Meraih Mimpi
Meraih Mimpi
oleh: Najuari Syawalia *
https://thirteenadven.wordpress.com/2016/02/10/menggapai-puncak-rantemario-latimojong/
A
|
ku sudah mempersiapkan barang-barang
untuk pendakian lusa. Sebelumnya, aku sudah meminta izin kepada kedua
orangtuaku dan alhamdulillah mereka mengizinkan. Bapak sudah memberikan uang
saku kepadaku selama berada di Sulawesi nanti. Baru saja aku memasukkan sleeping-bag
kedalam tas besarku, ibu datang menghampiriku.
"Di, sudahlah. Kamu temani ibu
saja disini bapakmu kan sampai minggu depan di Surabaya, Huda kakakmu itu
kembali laginya masih lama dari Amerika"
"Kalau kamu pergi, ibu
sendirian di rumah" lanjut Ibu.
Ada raut kesedihan yang terpampang
jelas diwajahnya. Aku bingung, haruskah aku melanjutkan untuk pendakianku?
"Ibu gak akan sendirian
kok" kataku sambil tersenyum
"Adi yang akan menemani ibu.
Adi batalkan pendakian ini" lanjutku. Kali ini, air muka ibu kembali
bersinar mendengar anaknya yang tidak jadi ke Sulawesi. Ibu memelukku seraya
mengucapkan terima kasih.
Setelah ibu beranjak keluar dari
kamarku, aku mengambil ponselku yang berada di atas nakas dan mencari kontak
teman pendakianku. Aku menelponnya, tersambung.
"Assalamu'alaikum Di. Kenapa?
Jaketmu hilang?" tanya temanku di seberang sana
"Wa'alaikumussalam. Bukan Fi,
sepertinya aku tidak ikut pendakian kali ini" jawabku sedikit disertai
kekehan
"Loh kenapa? Bukankah ibu dan
bapakmu mengizinkan?" tanya Rafi seperti tak percaya
"Memang mengizinkan, tapi jika
aku tetap mendaki ibuku akan sendirian dirumah. Sedangkan kakak dan bapakku
sedang tidak dirumah" jawabku sambil menjelaskan
"Hmm,, baiklah Di tak apa. Kau
bisa ikut lain waktu bersama-sama" jawab Rafi sedikit mendenguskan nafasnya
"Salam saja ya Fi kepada yang
lain, maaf aku tak ikut" ucapku kepadanya
"Baiklah Di. Aku tutup ya Di,
aku sedang packing hehehe" kekehnya ditelepon
"Oke. Assalamu'alaikum"
tutupku. Tak ada jawaban dari Rafi karena langsung dimatikan.
Aku meletakkan kembali ponselku
diatas nakas. Ku hempaskan badanku diatas kasur king size ku. Ada rasa
kecewa saat aku membatalkan pendakianku untuk menggapai tanah tertinggi di
Sulawesi. Tapi apakah mungkin aku meninggalkan ibu sendirian dirumah? Jelas
tidak. Aku sangat menyayangi bidadariku itu.
Apa yang akan terjadi jika aku pergi
mendaki tanpa mendapat ridho dari ibuku?
Semoga ini yang terbaik.
Aku memejamkan mataku, berharap rasa
kekecewaanku hilang.
Perjalananpun Dimulai..
Aku tiba di Bandara Sultan
Hasanuddin pukul 01.00 WITA. Aku dan teman-teman yang lain berangkat menju Desa
Baraka dengan menggunakan elf atau bis kecil yang akan memakan waktu 6 jam.
Lama bukan? Baru 30 menit di dalam mobil, semuanya hening karena tertidur.
Setibanya di Base
Camp Lembayung, kami disambut oleh Bapak Dadang.Pak Dadang ini menjadikan
rumahnya sebagai sekretariat bagi Kelompok Pecinta Alam Lembayung. Pak Dadang
ini memang suka membantu para pendaki yang ingin mendaki Gunung Latimojong.
Dari Pak Dadang inilah kami juga mendapatkan kontak dari Jeep yang akan membawa
kami dari Baraka ke Desa Karangan, Desa Terakhir sebelum melakukan pendakian.
Sambil menunggu
jeep datang,kami berkeliling desa ini untuk mencari barang bawaan yang kurang
dan sarapan. Selesai sarapan jeep yang akan ditumpangipun datang. Tas
carrierpun ditaruh di atap jeep. Kami melakukan perjalanan menuju Desa
Latimojong. Perjalanan yang akan ditempuh kurang lebih 3 jam. Walaupun singkat,
tetapi tetap menguras tenaga. Jalanan yang licin menjadi ujian bagi kami, tapi
kami mendapat pemandangan yang indah sepanjang perjalanan itu.
Setibanya di Desa
Latimojong, semua Carrier kami turunkan dan kami
pun memutuskan untuk makan siang di warung tempat dimana kami tepat
diturunkan.
Setelah sudah
dirasa kuat untuk berjalan, kami pun membawa carrier kami
masing-masing ke rumah Ambe Simen, salah satu rumah yang ada di Karangan.
Di rumah Ambe Simen inilah kami bermalam sebelum melanjutkan pendakian kami
keesokan harinya.
Dari rumah Ambe Simen
sampai ke pos 1 kami lalui dengan tidak ada halangan yang begitu berarti karena
jalur yang kami lewati masih merupakan jalur yang biasa dilalui warga untuk
berkebun.
Di pos 2, kami
memutuskan untuk makan siang karena perut kami sudah tidak kuat menahan lapar
lagi. Selesai makan siang, kami kembali rapi -rapi dan bergegas menuju pos
3. Pos 2 menuju pos 3 merupakan rute terpendek dari sekian banyak rute yang
ada, namun rute ini juga merupakan rute yang paling terjal. Harus memiliki
kekuatan tangan dan kaki.
Kami bermalam di
pos 5 karena besok harus bangun pagi-pagi. Jam 02:45 WITA kami sudah harus
bangun karena jam 03:00 WITA kami sudah harus berangkat untuk menuju Puncak
Rante Mario. Pertimbangan kami berangkat pagi sekali saat itu karena kemungkinan
besar kami akan tiba di puncak dalam 7 jam. Jadi kalau berangkat lebih siang
maka yang kami takutkan adalah kondisi yang terlalu panas di Puncak. Tidak
banyak yang bisa dilihat dari pos 5 menuju pos 6 karena kondisinya yang memang
masih sangat gelap. Dari Pos 6 ke Pos 7 kami mulai melihat hutan lumut. Hutan
lumut ini terbentuk karena memang suhu yang cukup rendah di sini dan sinar
matahari jarang sampai ke tempat ini.
Aku pribadi, sangat
bersemangat ketika melihat batu berbentuk balok menjulang tinggi karena itu
adalah puncaknya. Rante Mario namanya.
Ku percepat
langkahku untuk cepat samapi di puncak yang ku impikan. Tinggal beberapa
langkah lagi menuju puncak, seorang wanita paruh baya menepuk-nepuk bahu ku
keras.
"Di, Adi.
Bangun. Udah jam 4 sore, sholat ahar dulu sana" Ibu, wanita paruh baya itu
adalah ibu yang berada di puncak Rante Mario itu. Yang menepuk pundakku
keras.
Aku membuka mataku.
Beda, sangat beda. Aku pikir, aku sudah sampai di Puncak Rante Mario. Nihil.
Aku sedang bermimpi mendaki Gunung Latimojong bersama teman-temanku.
"Ibu
gedor-gedor pintu kamar kamu dari tadi. Kamunya malah tidur. Sudah, cepat
shalat sana" titah Ibu lalu kembali keluar
Aku mengusap
wajahku kasar, lalu bergegas menuju ke kamar mandi untuk wudhu. Aku menggelar
sajadahku dan melaksanakan salahsatu rukun islam. Selesai shalat, aku berdoa
semoga saja aku bisa meraih mimpi uuntuk mendaki Gunung Latimojong yang sangat
aku impikan itu.
Ruang Rindu, 23
Februari 2018
*penulis merupakan Siswa SMA Islam Cikal Harapan 1 BSD, aktif di OSIS sebagai Bendahara Umum, dan juga ikut CHANNEL, sebuah komunitas pecinta Alam di SMA itu.
Komentar
Posting Komentar